Pada zaman sekarang ini tak heran mendengar banyak para
isteri yang selingkuh. Mereka bermain cinta dengan lelaki bukan
suaminya. Banyak yang menjadi penyebab terjadinya selingkuh. Dalam hal
ini aku tidak akan mempersoalkan kenapa istri selingkuh. Aku akan
mengungkapkan sisi lain yang terjadi dari perselingkuhan para istri ini.
Aku akan mengungkapkan bahwa ternyata banyak para suami justru
menikmati selingkuhnya sang istri.
Aku berhasil mengumpulkan cerita para suami yang justru menikmati
istrinya yang doyan selingkuh. Bahkan mereka terkadang mendorong untuk
terjadinya perselingkuhan itu. Selamat membaca.
Sebagai sekretaris istriku sering mendapatkan tugas lembur. Dan aku terpaksa menunggu di kantornya hingga pekerjaannya selesai.
Sore itu saat aku memasuki kantornya Pak Darno petugas Satpam bilang
bahwa Bu Retno, istriku, masih bersama Pak Direktur. Waahh.. Kena lembur
lagi nih. Jadi terpaksa aku duduk di ruang tunggunya sambil ngobrol
sama Pak Darno.
Tak lama ngobrol Pak Darno minta maaf padaku, dia harus pulang lebih
dahulu karena istrinya minta diantar ke dokter. Dia mengambil segepok
majalah dan koran,
“Silahkan baca-baca Mas, biar nggak sepi”. Pak Darno meninggalkan aku sendirian.
Sesudah hampir semua halaman majalah aku baca-baca, istriku belum juga
nongol. Apakah pekerjaannya demikian penting sehingga mesti dilembur
macam begini? Aku agak kesal karena bosan menunggu. Akhirnya aku
iseng-iseng. Aku masuk ke ruangan kantor.
Lampu ruangan tidak lagi sepenuhnya menyala. Ngirit. Nampak sederetan
meja kosong telah ditinggalkan para karyawan pulang. Aku tengok sana
sini, kulihat ada ruangan kaca di pojok sana yang masih terang namun
kacanya ditutup dengan ‘blind curtain’ gorden berlipat yang biasa
dipakai di kantor. Mungkin disana istriku bekerja lembur. Pelan-pelan
aku mendekat. Aku ingin melihat apa yang dikerjakan istriku. Aku bias
mengintip dari celah ‘blind curtain’ itu.
Bagai kena palu godam 1000 kati saat aku menyaksikan apa yang bias
kusaksikan. Aku melihat Jeng Retno istriku dalam keadaan telanjang
sedang berjongkok dengan lututnya diselangkangan Pak Wijaya boss-nya
yang bermata sipit itu. Rok dan blus berikut BH dan celana dalamnya
nampak terserak di lantai. Jelas dia sedang sibuk mengulum kemaluan Pak
Wijaya yang duduk telentang di sofa yang nampak begitu empuknya.
Tanpa melepas kemeja dan dasinya Pak Wijaya hanya merosotkan celana
hingga merosot ke lantai, tangannya memegang kepala Jeng Retno menekan
naik dan turun. Jeng Retno mengulum dan memompa kemaluan Pak Wijaya
dengan mulutnya. Wajah Pak Wijaya dengan mata sipitnya nampak
menyeringai merasakan nikmat tak terhingga dari bibir Jeng Retno.
Samar-samar kudengar desahan nafsu Pak Wijaya dan suara-suara bibir
istriku yang sedang penuh memompa kontol boss-nya itu.
Rupanya aku telah ditipu istriku sendiri. Aku yang dengan setia
menjemput dan menunggu setiap sore tidak menduga bahwa justru istriku
ini berbuat selingkuh dengan direkturnya. Aku meledak ingin marah, namun
kutahan. Mungkin tidak ada gunanya. Sambil terus berusaha menenangkan
diriku aku menyaksikan apa yang akan berlanjut dari yang kulihat
sekarang ini.
Cerita Perselingkuhan Sperma lelaki lain di vagina istriku – Pak Wijaya
menarik lengan istriku. Dia rangkul tubuh Jeng Retno untuk duduk di
pangkuannya sedikit naik ke perut. Kontol Pak Wijaya yang telah mampu
memberi semangat syahwat istriku tadi nampak putih bersih mencuat
panjang dengan bonggolnya yang gede nongol di belakang pantat istriku.
Dengan sangat keranjingan Pak Wijaya langsung melumati dada istriku.
Menyusu bak bayi manja sambil tangannya merabai relung-relung tubuh
sensual istriku. Aku melihat nikmat yang tak terhingga melanda istriku.
Tubuhnya bergeliatan menahan gelinjangnya sambil tak putus-putusnya
desah serta rintihannya mengalir dari mulutnya yang mungil itu.
Cerita Perselingkuhan Sperma lelaki lain di vagina istriku – Sesuatu
yang muskil telah terjadi pada diriku. Hal yang semula sangat memukul
aku kini justru membangkitkan hasratku. Aku dirangsang oleh gairah
birahi saat menyaksikan bagaimana istriku begitu merasakan nikmat
dilumati boss-nya. Aku menyaksikan betapa istriku dengan penuh semangat
syahwatnya telah mengenyoti kontol Pak Wijaya. Kini kemaluanku terasa
menegang dan sesak di celanaku. Dan akhirnya aku mesti menyaksikan
pergulatan asyik masyuk antara istriku dengan boss-nya ini sambil
meremasi kontolku sendiri.
“Ppaakk.. Rety nggak tahan ppaakk..” istriku menyambar bibir Pak Wijaya dan melumat-lumat habis-habisan.
Kemudian Pak Wijaya mengangkat sedikit tubuh istriku. Tangan kirinya
meraih kontolnya dan diarahkannya ke memek Jeng Retno. Apa yang terjadi
kemudian sangatlah mendebarkan jantungku. Aku melihat bagaimana kontol
gede dan panjang milik Pak Wijaya itu menembusi memek Jeng Retno istriku
yang sangat aku tahu betapa sempit lubangnya.
Berkali-kali kulihat yang satu menekan yang lain menjemput. Sesudah
kontol Pak Wijaya hampir selalu meleset untuk diluruskan kembali,
akhirnya dengan pelan kusaksikan kemaluan istriku menelan batangan gede
panjang itu. Uucchh.. Bagaimana bisa..? Istriku menyeringai. Nampaknya
dia mendapatkan rasa pedih sekaligus nikmat yang tak bertara.
Akhirnya seluruh batangan itu melesak tertelan menembusi vagina Jeng
Retno. Mereka lantas diam sesaat. Hanya bibir-bibir mereka yang kembali
terus berpagut. Itu mereka lakukan untuk meningkatkan hasrat birahinya.
Kemudian secara hati-hati Pak Wijaya memulai dengan menaik turunkan
pantatnya. Kudengar rintih Jeng Retno..
“Aduuhh.. Aduuhh.. Adduuhh..” Mengulang-ulang kata aduh setiap kali kontol Pak Wijaya ditarik dan menusuk.
Sesudah beberapa kali berlangsung kulihat tangan istriku bergerak
berpegangan bahu boss-nya. Dia kini nampak akan mengambil alih gerakan.
Dengan sekali lagi memagut bibir Pak Wijaya istriku mulai menggenjot dan
mengenjot-enjot. Vaginanya nampak naik turun seakan menyedoti kontol
gede boss-nya itu. Bibir vaginanya setiap kali nampak tertarik keluar
masuk karena sesaknya bibir vaginanya menerima gedenya batang kontol Pak
Wijaya.
Aku tak mampu lagi bertahan. Aku turunkan celanaku dan kukeluarkan
kontolku sendiri. Tanpa ragu lagi aku melototi kontol dan memek istriku
yang saling jemput itu. Aku mengocok-ocok kemaluanku sambil khayalanku
terbang tinggi. Aku membayangkan betapa nikmatnya menciumi kontol yang
sedang keluar masuk di liang vagina istriku Jeng Retno itu. Aku juga
meracau pelan,
“Jeenng.. Boleh aku ciumi bibir vaginamu yang sesak oleh kontol Pak
Wijaya yaa.. Boleh aku jilati pejuhnya yaa..”. Khaayalanku ini sungguh
merangsang hasrat syahwatku.
Genjotan istriku semakin cepat. Racau kedua insan yang asyik masyuk itu
semakin riuh. Aku menyaksikan tubuh-tubuh mereka berkilat karena
keringat yang mengucur. Dalam kamar AC yang dingin itu nafsu birahi
mereka membakar tubuhnya. Rambut istriku semakin awut-awutan. Rambut itu
menggelombang setiap tubuhnya naik turun menggenjoti kontol boss-nya.
Saat mereka mulai mendaki puncak, tak pelak lagi keduanya mempertingi
polahnya. Pak Wijaya mempererat pelukan pinggul Jeng Retno danm bibir
Jeng Retno melumat penuh gereget bibir Pak Wijaya. Keadaan menjadi
semacam ‘chaos’. Liar dan tak terkendali.
Cakar dan kuku istriku menghunjam pada kemeja Pak Wijaya sementara bibir
dengan cepat mematuk bahu Jeng Retno. Mataku konsentrasi melotot ke
arah kontol yang keluar masuk ke vagina itu. Dan saat kecepatan genjotan
naik turun tak lagi terhitung samar-samar aku melihat cairan putih
mencotot meleleh dan berbusa di batangan kontol Pak Wijaya. Itulah
klimaks. Istriku masih menggenjot sesaat hingga yakin bahwa seluruh
cadangan sperma Pak Wijaya telah tumpah memenuhi lubang vaginanya. Dan
kemudian hening. Istriku menyandarkan kepalanya di dada Pak Wijaya.
Nafas panjang keduanya nampak dari dada-dada mereka yang setiap kali
menggembung kemudian kempis.
Istriku merosot ke lantai dalam kelelahan yang sangat. Demikian pula Pak Wijaya. Bermenit-menit keadaan itu berlalu.
Akan halnya aku, ejakulasi pertama langsung kudapatkan saat menyaksikan
genjotan istriku semakin cepat tadi. Namun dengan cepat aku kembali
terangsang. Saat aku menyaksikan betapa kontol Pak Wijaya lepas dari
lubang, nampak dari memek istriku meleleh cairan pekat dan kental.
Sperma Pak Wijaya itu yang membuat aku berhasrat lagi untuk melakukan
masturbasi.
Sambil aku melototi bibir vagina Jeng Retno yang begitu belepotan
khayalku kembali terbang. Bibirku mendekat ke bibir vagina Jeng Retno.
Sperma kental yang demikian menutupi wajah vaginanya kujilati hinga
bersih. Aku menikmati betapa sperma boss istriku ini sunguh nikmatnya.
Aku terus menjilati hingga kurasakan saraf-saraf peka kontolku menegang.
Aku kembali mendapatkan ejakulasiku. Aku terjatuh lemas.
Kudengar kursi di ruangan Pak Wijaya berderit. Aku harus cepat keluar
ruangan ini. Kusaksikan istriku bersama boss-nya menuju toilet yang ada
di ruangannya. Aku membetulkan celanaku dan bergegas keluar.
Tanpa ada masalah dengan berboncengan sepeda motorku kami sampai di
tempat kost jam 8 malam. Seperti biasa Jeng Retno menyiapkan nasi dan
lauk pauknya untuk makan malam itu.
Aku masih melotot hingga jam 12 di depan TV sementara itu istriku nampak pulas tertidur. Aku memakluminya.
Sperma lelaki lain di vagina istriku – 2
Narti istriku nampak tanpa ragu saat menerima Arman. Sebagai Satpam
kantorku memang Arman kerap aku suruh ke rumah apabila ada hal-hal yang
biasanya terlupa tak terbawa ke kantor. Semula aku sama sekali tidak
curiga. Perjalanan dari kantor ke rumah bolak-balik pada kondisi normal
paling memakan waktu 2 jam. Atau pada saat jam-jam macet paling 3 jam.
Namun tidak jarang Arman menghabiskan waktu seharian untuk sekedar
mengambil dokumen atau surat-surat yang kuperlukan.
Alasannya, “Ibu mesti mencari-cari dulu di laci atau lemari bapak”.
Padahal semua dokumen dan surat-suratku berada jelas di atas meja
kerjaku. Yaa, sudah.. Mungkin Arman menggunakan kesempatan tugas luar
untuk main-main dulu di tempat lain.
Pada suatu kesempatan aku kembali menyuruh Arman untuk ke rumah. Satu
bundle surat-surat dia atas meja kerjaku kuperlukan untuk memenuhi
permintaan relasi bisnisku. Sangat penting. Aku pesan Arman agar terus
balik ke kantor. Jangan pakai main-main ke tempat lain dulu.
Sesudah saya kasih uang transport secukupnya dia langsung berangkat.
Sesuai janjiku pada relasi aku akan ketemu nanti pada jam makan siang.
Aku perhitungkan sekitar 2 atau 3 jam lagi tepat pada jam makan siang
aku sudah menerima bundle surat itu dari Arman.
30 menit sesudah keberangkatannya relasiku menelpon minta agar pertemuan
makan siangnya di ajukan jam 11 siang itu, karena transaksi bisnis yang
akan dilakukannya akan berlangsung lebih awal dari jadwal, sehingga
semuanya mesti diajukan waktunya. Waahh.. Aku agak panik.
Akhirnya kuputuskan aku untuk mengambil sendiri surat-surat itu. Dengan
mobilku aku pulang mendahului Arman. Rupanya kejadian inilah yang
membuat aku jadi mengetahui adanya hubungan yang tidak selayaknya antara
Arman dan istriku.
Saat aku memarkir mobil di seberang rumahku ternyata Arman telah sampai
mendahului aku. Aku melihat sepatunya yang dia lepas berada depan di
pintu. Sementara itu pintunya tertutup. Aku berpikir mungkin istriku
sedang mencari surat-surat yang kuperlukan itu.
Namun tiba-tiba saja aku seakan mendapat firasat. Kenapa pintunya mesti
ditutup? Dan aku langsung ingat akan Dik Narti istriku yang cantik dan
sekaligus Arman petugas Satpamku yang boleh dibilang seorang lelaki yang
tegap dan pasti menarik bagi libido para perempuan. Adakah firasatku
ini benar??
Akhirnya kuputuskan untuk tidak langsung membuka pintu masuk. Aku akan
sedikit berputar dan hati-hati melongok dari jendela ruang kerjaku.
Haahh.. Kulihat ternyata Arman nampak menunggu sesuatu sambil duduk
bengong di kursiku. Tak lama kemudian dari balik pintu muncul Dik Narti
membawa secangkir teh. Nampak wajah-wajah mereka demikian cerah dan..
Kenapa sikap antara keduanya demikian nampak akrab?
Aku seperti tersambar petir melihat kejadian selanjutnya. Begitu Dik
Narti menaruh cangkir tehnya ke meja tangan Arman langsung bergerak
menyambut pinggulnya dan tanpa ragu Dik Narti duduk di pangkuannya.
Bahkan lebih jauh lagi, Dik Narti langsung merangkul pundak Arman dan
kini mereka saling berciuman dan berpagut. Demikian nikmat pagutan
mereka. Dik Narti yang posisi wajahnya di atas memutar-mutarkan wajahnya
pada wajah Arman di bawahnya yang juga mengimbangi dengan memutar-mutar
pula. Mereka pasti sedang melepas lidah dan ludahnya untuk saling
menerima dan memberi. Berkali-kali kudengar suara kecupan saat
bibir-bibir mereka lepas sesaat.
Kemudian nampak tangan istriku bergerak melepasi kancing kemeja Arman.
Demikian pula tangan Arman melepasi kancing blus Dik Narti. Kini tubuh
Arman nampak setengah terbuka dan blus Dik Narti telah lepas jatuh ke
lantai. Arman langsung nyungsep ke ketiak Dik Narti yang masih
berkutang. Dia menciumi lembah ketiak istriku. Kusaksikan bagaimana Dik
Narti menggeliat-geliat di atas pangkuan Arman menerima nikmatnya
kecupan dan jilatan bibir dan lidah Arman. Merasa tak ada orang lain,
tanpa ragu Dik Narti mendesah dan merintih menahan derita nikmat yang
sedang melandanya.
Kemudian pada gilirannya kini Dik Narti turun dari pangkuan Arman. Dia
sibak kemeja yang telah lepas kancingnya. Dia tengelamkan wajahnya ke
dada Arman yang nampak sangat macho dengan otot-ototnya yang terawat
bagus. Dan kini Armanlah yang melenguh dan mendesah. Dia raih dan
elus-elus kepala Dik Narti yang semakin liar dengan mengemot-emot pentil
susu di dada Arman.
Aneh, bahwa aku tidak bertindak apa-apa untuk menghentikan tingkah Dik
Narti dan Arman yang tidak selayaknya ini. Dik Narti jelas telah
melakukan selingkuh dengan lelaki lain. Sementara Arman telah merusak
pagar rumah tangga boss-nya yang adalah aku selaku pimpinannya di
kantor.
Dan yang lebih aneh lagi adalah aku. Kenapa diriku ini? Kini justru aku
ingin menyaksikan ulah Dik Narti dan Arman jangan sampai terganggu. Aku
ingin menyaksikan bagaimana wajah Dik Narti yang istriku ini menerima
gelinjang syahwat birahi dari lelaki lain. Aku ingin menyaksikan
saat-sat nanti Dik Narti dilanda orgasmenya. Aku ingin mendengarkan
desahnya, atau racaunya, atau rintihannya. Aku ingin menyaksikan
gelinjang tubuhnya saat menerima tusukkan erotis dari lelaki lain. Saat
dia mesti bergoyang-goyang mengimbangi ayunan pompaan kontol lelaki lain
pada lubang kemaluannya.
Aku juga ingin menyaksikan bagaimana Arman yang bukan suaminya ini
memberi dan menerima ritual nikmat untuk dan dari Dik Narti istriku.
Bagaimana sebagaimana yang sedang kusaksikan menerima jilatan dan
sedotan bibir cantik Dik Narti pada pentil susunya. Aku juga ingin
menyaksikan saat-saat kontolnya melepaskan spermanya pada kemaluan
istriku. Pasti dekapan dan cakaran kuku istriku akan membekas dan
melukai daging dan kulitnya yang kekar berotit itu.
Sementara itu ciuman istriku merambah turun ke perut Arman. Dengan
menengadahkan wajahnya terdengar desis dan lenguh nikmat Arman menerima
perlakuan Dik Narti ini. Dia kembali mengelusi dan sedikit mencabik
rambut Dik Narti pertanada limpahan nikmat syahwat yang tak tertahankan.
Tangannya juga nampak sedikit menekan. Rupanya Arman ingin istriku
terus turun untuk menciumi bagian lebih bawah lagi.
Nampaknya istriku tak asing dengan apa yang diinginkan Arman. Jari
tangannya yang meraih celana Arman, menarik resluitingnya dan merosotkan
lepas ke bawah. Celana itu merosot hingga terlipat di betisnya.
Dalam gairah dan pesona nafsu birahinya Dik Narti kini menghadapi
selangkangan berkancut atau celana dalam berwarna coklat. Yang nampak
adalah bayangan batang gede melintang dari kanan ke kiri. Bayangan itu
menggunung yang menggambarkan betapa kemaluan Arman memang luar biasa
gede dan panjangnya. Mungkin inilah yang membuat istriku demikian
bergairah menghadapi Arman Satpan kantorku itu.
Tap perlu lagi diminta, Dik Narti meneruskan jilatan dan kenyotannya
turun ke tepian celana dalam Arman. Bulu-bulu yang mengawali wilayah
yang paling menggairahkan istriku nampak terserak di batas tepian celana
dalam itu.
Adegan berikutnya menampakkan kerakusan seorang perempuan selingkuh yang
dengan liarnya membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya. Dengan
gigitannya Dik Narti menarik lepas celana dalam Arman dari
selangkangannya. Dia terus menggigit, sementara Arman mengikuti tarikan
gigi Dik Narti. Diangkatnya kakinya kanan kemudian kiri hingga celana
dalamnya bisa terlepas benar. Sebelum melemparnya ke lantai rupanya
obsesi Dik Narti ingin terwujudkan pula. Diciuminya celana dalam itu,
bahkan seakan dibekapkannya ke hidungnya sambil menarik nafas
panjangnya.
Begitu terbebas dari kekangan celana dalamnya nampak kontol Arman
langsung mencuat gagah. Bonggol kepalanya berkilat-kilat menahan tekanan
darah yang memenuhinya. Lubang kencingnya nampak mekar menantang.
Batangnya segede pentungan Satpam Arman yang tak pernah ketinggalan.
Urat-urat kasar melingkar-lingkar mengitari batangan panjang itu. Tangan
Dik Narti langsung meraih dan menggenggamnya. Matanya demikian birahi
menyaksikan penuh pesona kontol Arman di tangannya itu. Mukanya mendekat
dengan hidungnya terlebih dahulu yang mengendusi.
Tangan Arman langsung meraih kembali rambut Dik Narti,
“Isep Bu.. Jilati ya Buu.. Uucchh..” Arman menyambut bibir Dik Narti yang siap menelan bonggol kontolnya.
Namun itu belum dilakukan Dik Narti. Dia mulai dengan mencium kemudian
mengangkat pepetkan ke perut Arman. Lidah dan bibirnya menjuilati dan
mencium batangan berurat akar itu. Kepala Dik Narti nampak menggoyang
untuk menangkap sudut-sudut tepat pada bantangan itu. Kemudian
jilatannya melata hingga bijih pelir. Mulutnya mencakup biji itu dan
mengulum-ulumnya. Seperti orang meriang terdengar suara rintih Arman
bergetar dan berkesinambungan.
Aku tak lagi sanggup hanya menyaksikan. Aku juga membuka kancing
celanaku dan kukeluarkan kemaluanku. Aku melakukan masturbasi. Daya
khayalku langsung terbang membubung dalam nikmat elusan tangan sendiri.
Aku membayangkan nikmat betapa Dik Narti begitu sesak mulutnya karena
kontol gede Arman. Kubayangkan nikmatnya saat bibir Dik Narti menelan
dan mengulum kontolnya. Kubayangkan pedih kulit kepalaku saat Arman
menjambaki rambut kepala Dik Narti.
Setelah puas mendapatkan jilatan serta kuluman akhirnya Arman meraih
lengan istriku untuk kembali duduk memunggungi dalam pangkuannya. Dik
Narti dengan cepat melepasi sendiri rok bawahnya. Dalam pangkuan Arman
dia membetulkan serta mengepas posisinya hingga kontol Arman persis di
bawah bokongnya. Tangan Dik Narti memegang erat batang kontol itu dan
menuntun agar tepat mendongkrak lubang kemaluannya yang masih terbungkus
celana dalam.
Dengan menyibak sedikit tepian celana dalam itu akhirnya kemaluan gede
milik Arman itu berhasil menemukan lubang vagina Dik Narti. Desah dan
lenguh kedua orang yang asyik masyuk itu mengantarkan masuknya kontol ke
lubang vagina mereka. Arman cepat memindahkan tangannya memeluki tubuh
telanjang istriku yang membelakanginya. Hidungnya kembali nyungsep serta
mengenyot-enyot ketiak dan buah dada Dik Narti. Tangan-tangan Dik Narti
nampak menggeliat ke atas dan berusaha meraih kepala Arman. Sementara
ayunan telah langsung di mulai. Dik Narti menaik-turunkan pantatnya
untuk memompakan kontol Arman ke lubang vaginanya. Sementara Arman
dengan penuh kegatalannya menaik turunkan pantatnya menjemputi memek Dik
Narti.
Itulah puncak perselingkuhan Dik Narti dengan Arman petugas Satpam
kantorku. Genjotan yang terus nyambung dan bertubi mendekatkan
saraf-sarah birahi mereka dan menggiring dera nafsunya menuju ejakulai
Arman. Dan tak ayal pula orgasme Dik Narti telah berada di ambangnya.
Dengan riuh racau, desah dan rintihan keduanya akupun dengan pasti
tergiring untuk lekas melepaskan spermaku. Aku mengkhayalkan seandainya
sperma itu tumpah kemudian meleleh keluar dari bibir vagina istriku.
Atau sperma itu tumpah muncrat-muncrat di mulut Dik Narti istriku.
Khayal-khayalan itu mendongkrak syahwatku.
Dan akhirnya tanpa bisa ditahan Arman meremas buah dada ranum Dik Narti
dengan kerasnya. Dan Dik Narti berteriak tertahan dilanda orgasmenya
yang telah di ambang. Kedua orang berasyik masyuk ini tanpa hambatan
melepaskan kontrolnya dan meraih puncak-puncak birahinya.
Nampak dari memek istriku Dik Narti ‘ndlewer’ mengalir cairan putih
kental terbawa keluar masuk batang kontol Arman. Mungkin berliter-liter.
Sperma Arman seakan tak habisnya hingga melumuri lubang dan seluruh
tepian memek Dik Narti.
Tiba-tiba birahiku cepat bangkit lagi saat melihat bagaimana seprma
Arman ‘ndlewer’ dari vagina istriku. Betapa nikmatnya seandainya aku
menjilati langsung sperma itu dari memek Dik Narti. Aku berpikir keras.
Dan akhirnya dengan buru-buru dan tergetar aku bangkit menuju pintu. Aku
menggedor-gedornya,
“Dik Nartii.. Mas pulang niihh.. Dik Nartii..”
Dor, dor, dorr.. Aku pukul-pukul daun pintu dan tak lama,
“Ah, Mas Gito, kok sudah pulang Mas. Ituu.. Ss.. Sii Arman baru saya
suruh balik cepat ke kantor,” istriku membuka pintu, mungkin sekitar 3
atau 4 menit sesudah aku menggedor pintu.
Dan di belakangnya nampak Arman sedang mengepit bundel dokumen yang aku
minta. Mereka berdua dengan cepat telah nampak berpakaian lengkap.
Disamping juga nampak tegang ada yang kutandai, rambut Arman nampak
belum nyisir, mungkin hanya ditarik dengan jari-jarinya dan pakaian Dik
Narti nampak agak lusuh berantakan. Namun aku tidak memperlihatkan
kecurigaanku sama sekali,
“Iya, Man. Lekas kamu balik kantor. Nih aku tambahin uang lagi kamu cari
taksi. Nih surat-surat serahkan sekretaris. Bilang bahwa anak buah Pak
Jarwo akan mengambil siang ini. OK? Nanti aku nyusul,” Nada bicaraku ini
langsung menghilangkan ketegangan mereka. Aku benar-benar menunjukkan
bahwa sediktpun aku tidak khawatir atau curiga pada mereka berdua.
Namun begitu Arman balik ke kantor aku langsung menggelandang Dik Narti
ke ranjang pengantin kami. Aku langsung tubruk dan menciumi istriku yang
sangat kucintai ini. Pasti Dik Narti heran akan ulahku. Tak biasanya
pulang kantor langsung merangsek begini padanya.
Aku buka setengah paksa pakaiannya dan aku langsung menenggelamkan
mukaku ke buah dada dan ketiaknya. Aku menjilati dan menciuminya. Masih
sangat terasa adanya bau ludah Arman pada tubuh Dik Narti. Hal itu
justru semakin merangsang birahiku.
Sesudah melepaskan rok Dik Narti tangan kananku langsung merabai
kemaluannya. Aku langsung tangkap lengketan yang sangat banyak pada
bibir dan lubang vaginanya itu. Amun yang aku pertanyakan justru,
“Aahh Dik Nartii.. Cepet sekali naik birahinya ya.. Lihat nih.. Sudah
becek banget,” seakan tahuku bahwa becekan itu adalah cairan birahinya.
Dik Narti memandang aku dengan matanya yang ayu sambil mengangguk-angguk
setuju akan omonganku.
Baca Juga: Kenikmatan ML Bersama Sinta Adik Iparku
Dan aku tak lagi sabar. Ciuman di ketiak dan buah dadaku merambat
meluncur turun dan langsung melabuh ke wilayah selangkangannya. Tanpa
ragu aku julurkan lidahku. Aku menjilati dan menyedoti selangkangannya.
Kembali bau keringat Arman kurasakan pada selangkangan Dik Narti.
Dan akhirnya kudapatkan. Aku tergetar saat menyaksikan betapa
menggelembung ranum memek istriku ini. Betapa jembut, bibir dan liang
memek istriku belepotan oleh sperma Arman. Nampak gumpalan besar meleleh
dari vagina Dik Narti. Sungguh sangat menggairahkan hasrat syahwatku.
Aku mengenduskan hidung, menjulurkan lidahku dan mendekat.
Aku mulai menyedot dan menjilati sperma Arman itu. Kurasakan begitu
kental dan legitnya sperma Satpam-ku yang terasa ada asin dan sikit
pahit-pahit ini. Kusedot lengket-lengket di jembutnya, di bibirnya.
Dengan rasa penuh rakus kujilat hingga bersih yang meleleh dari kemaluan
istriku Dik Narti.
Pada kesempatan itu aku juga berhasil meraih orgasme dan ejakulasiku.
Dengan menjilati cairan kental sperma Arman di seputar memek Dik Narti
istriku aku merapatkan serta menggoyang pompa menggesek-gesekkan
kemaluanku pada betisnya. Dan akhirnya tak terbendung pula air maniku
muncrat membasahi kasur dan betis yang sangat seksi ini. Aku langsung
lunglai.
Aku tak sempat untuk melakukan penetrasi pada lubang vagina istriku
karena mesti cepat balik ke kantor. Kutinggalkan Dik Narti tergolek
telanjang di ranjang pengantin kami. Entah apa yang terpikir pada benak
Dik Narti melihat ulahku ini.[Cerita 3, Sperma Tetangga]
Pesta 17 Agustus kemarin sunguh sukses di kampungku. Namun bagiku
kegiatan itu justru meninggalkan luka dan kenangan yang tak pernah
kuharapkan.
Untuk partisipasi pada panitia yang telah berusaha untuk menggembirakan
warganya aku mengikuti lomba catur yang diselenggarakan. Lumayan untuk
memperebutkan Piala Lurah Jonggol. Dan sebagai pecatur yang banyak
pengalaman aku yakin bahwa Piala Pak Lurah akan menambah koleksi pialaku
di rumah.
Pada malam final aku dipertemukan dengan jagoan catur RW lain dengan
dihadiri Pak Lurah sendiri yang membuka acaranya. Dengan disaksikan para
tetangga dekat maupun jauh pada sekitar jam 8 malam aku telah duduk
semeja menghadapi papan catur dengan lawanku. Diperkirakan pertandingan
final ini akan berlangsung sedikitnya 2 jam sejak dimulai.
Waktu merangkak semakin malam. Udara Jonggol yang cukup berangin
memberikan kesejukan yang nyaman. Aku bayangkan alangkah nikmatnya tidur
dengan udara sejuk macam begini sesudah beberapa malam kurang tidur
dalam upaya memperebutkan malam final ini.
Tiba-tiba, belum juga 1 jam pertandingan berlangsung, aku diserang perut
mulas dan harus ke belakang buang air. Kepada panitia aku memberi tahu
dan minta ijin. Sesudah berunding dengan pemain lawanku, akhirnya aku
setengah berlari pulang untuk buang air. Aku pikir salah makan apa hari
ini.
Sesampai di depan rumah kulihat pintu rumahku telah tertutup dan lampu
ruang depan nampak telah dimatikan. Kemungkinan istriku telah tidur atau
sibuk nonton TV di ruang belakang. Namun aku yang memang siap pulang
malam telah membawa kunci cadangan agar tidak perlu membangunkan
istriku.
Saat aku hendak memasukkan kunci ke lubangnya aku terhenti. Jantungku
berdegup kencang. Kulihat di lantai depan pintu kok ada sandal yang
sangat aku kenali. Sandal itu milik Pakde Darmo tetangga sebelahku. Kami
panggil Pakde karena usianya yang cukup jauh di atas kami. Lebih dari
55 tahunan.
Kami memang akrab bertetangga dan sering saling bertandang, Tetapi bukan
malam-malam macam sekarang ini, apalagi saat aku tidak berada di rumah.
Aku langsung khawatir dan cemas. Ada apa Pakde Darmo bertandang ke
rumahku malam-malam begini? Dan dimana istriku? Apa yang mereka lakukan
berdua di dalam rumahku?
Aneh, sakit perutku langsung lenyap. Aku penasaran dan aku tunda untuk
tidak memasuki rumah. Aku akan ke jendela samping. Ada 2 jendela di
samping rumahku. Dari lubang angin diatas jendela pertama aku bisa
melihat ruang keluarga dimana istriku biasanya menghabiskan waktunya di
depan TV. Dan dari jendela yang kedua aku bisa melihat kamar tidurku.
Aku mengendap-endap dirumahku sendiri menuju jendela pertama. Dengan
bangku plastik yang selalu ada disana aku naik mengintip lubang
anginnya. Ah.. Tak nampak orang disana. Aku mulai curiga. Kalau bertamu
kenapa tidak di ruang tamu. Pelan-pelan aku turun dan pindah ke jendela
ke dua.
Belum juga aku naik aku mendengar suara orang ngomong,
“Paling Mas Bas baru pulang nanti sekitar jam 11 malam. Kalau menang
khan harus menunggu upacara penyerahan piala dulu,” itu jelas suara
Indri istriku. Aku heran kenapa yang semestinya merindukan aku agar
cepat pulang malahan mensyukuri aku lambat pulang.
“Hhmm..” sebuah jawaban yang sangat berwibawa. Tanpa kata namun penuh
makna. Suara berat macam itu siapa lagi kalau bukan suara Pakde Darmo.
Aku penasaran. Dengan bangku plastik itu aku melongok ke kamar tidurku.
Seperti Saddam Husein yang kena roket pasukan Sekutu aku hampir jatuh
telentang saat menyaksikan apa yang telah kusaksikan. Di atas ranjang
pengantinku dua orang yang aku cari ini sedang berasyik masyuk,
melepaskan hasrat syahwat birahinya. Seperti penampilan hari-harinya
Pakde Darmo hanya bersarung dengan kaos singletnya. Perutnya yang buncit
tak bisa disembunyikan. Sementara istriku Indri telah setengah bugil.
Hanya celana dalam dan BH-nya yang tinggal.
Dengan menindih tubuh Indri-ku mulut Pakde Darmo nyosor ngenyot-enyoti teteknya. Pantesan dia tak bisa ngomong.
“Sarung dan kaos singletnya dibuka dulu Pakde, nanti lecek,” istriku
mengeluarkan omongan lagi sambil tangannya meraih menarik lepas sarung
dan singlet Pakde Darmo. Kini Pakde sepenuhnya telanjang dan istriku
tinggal bercelana dalam dan kutang saja.
Dengan perut buncitnya Pakde memeluki istriku dari belakangnya.
Nampaknya Pakde suka nembak perempuan dari arah belakangnya. Tangan dan
kakinya yang berbulu cukup lebat memeluk tubuh istriku. Bibirnya nyosor
terus ke kuduk, ketiak dan buah dadanya. Indri-ku nampak begitu
menikmati dan larut dalam ulah Pakde Darmo ini. Rupanya permainan ini
sudah cukup jauh. Kini mereka tengah mendaki puncak nikmat hubungan
syahwat antar tetangganya.
Pakde Darmo adalah tetangga samping kanan rumahku. Dia adalah pensiunan
pegawai rendahan sebuah BUMN. Walaupun usianya sudah lebih 55 tahun
namun perawakannya masih sangat sehat. Dia tak pernah berhenti joging di
pagi hari dan sesekali mengangkat barbel untuk merawat ototnya. Sebagai
lelaki Pakde Darmo sesungguhnya tidak tampan. Namun dengan perut
buncitnya dan bulu-bulu di badannya, Pakde Darmo sering mendapat lirikan
para perempuan di kampung. Mungkin istriku, yang usianya 20 tahun lebih
muda dari Pakde diam-diam mengimpikan bagaimana tidur dengan lelaki
berbulu macam Pakde Darmo ini.
Dalam gelinjangnya istriku bangkit berbalik. Bibirnya menjemput bibir
Pakde Darmo untuk berpagut sesaat sebelum lumatannya melata ke leher
kemudian dada Pakde. Nampaknya istriku begitu keranjingan dengan
bulu-bulu Pakde Darmo. Dengan penuh gairah lidah dan bibirnya menjilat
dan mengenyoti bulu dada Pakde. Aku sangat ‘shock’ menyaksikan apa yang
tengah berlangsung ini.
Aku sama sekali tidak mengira bahwa Indri istriku selama ini juga
terobsesi pada Pakde Darmo. Tetapi yang lebih menampar harga diriku
adalah membawanya ke ranjang dimana sehari-hari dia bersamaku. Aku tak
mengerti apakah Pakde Darmo yang secara aktif memulai ataukah Indri yang
sering menggoda syahwat Pakde.
Kini segalanya berubah cepat. Pakde sudah mengambil alih kendali. Dia
sepenuhnya menindih tubuh Indri yang membuka selangkangannya. Tangan
Indri dengan tangkas meraih kemaluan Pakde Darmo yang memang lebih gede
dan panjang dari kemaluanku. Mungkin hal ini juga hal yang membuat Indri
demikian terobsesi pada Pakde.
Dan yang terjadi berikutnya adalah ayunan Pakde dan goyangan istriku
yang di bawahnya. Kontol Pakde nampak begitu kaku dan tegar menembusi
memek Indri.
Istriku menjerit kecil dan terus mendesah dan merintih. Kenikmatan
birahi begitu menenggelamkan keduanya. Nampak cakar-cakar Indri sudah
siap menghunjamkan kukunya pada punggung Pakde. Menyaksikan Pakde Darmo
dan Indri istriku demikian nikmatnya saling mengayuh syahwat aku jadi
terbawa hanyut. Kontolku jadi ngaceng. Aku pengin mengelusi dan
mengocok-ocoknya sambil menyaksikannya bagaimana istriku dilanda nikmat
orgasmenya saat dientot Pakde Darmo ini.
Dengan dengusnya yang cukup meriuhkan kamarku nampaknya Pakde sedang
menjemput puncak nikmatnya. Dia percepat genjotan kontolnya. Sementara
demikian pula Indri istriku. Nampaknya orgasmenya akan hadir bersama
ejakulasi Pakde. Kuperhatikan batang kontol Pakde yang berkilatan oleh
lendir birahi nampak seperti piston mesin diesel yang keluar masuk ke
lubangnya. Aku membayangkan betapa nikmat melanda sanubari istriku.
Dan.. Aahh.. ttuuhh.. lihaatt..
Kontol yang terus menggenjot itu nampak membawa begitu banyak lendir dan
busa keluar masuk memek Indri. Pakde Darmo telah mengeluarkan cadangan
spermanya. Dan tubuh istriku nampak menegang dan kemudian
berkejat-kejat. Cakarnya menghunjam dan melukai punggung Pakde. Indri
mendapatkan orgasmenya selama, yang dalam pikiran dia, aku sedang
bermain catur demi Piala Lurah Jonggol.
Dan aku tak mampu menahan diriku. Aku kocok terus kontolku sambil
menyaksikan betapa sensasionalnya melihati istriku dientot tetanggaku
sendiri dan kini melihati pejuh lelaki itu berserak meleleh dari lubang
memeknya. Spermaku muncrat menembak kaca jendelaku.
Aku cepat turun dari bangku plastik. Aku harus cepat balik ke pertandingan sebelum panitia menyusul aku.
Malam itu aku pulang dengan Piala Lurah Jonggol bersusun tiga yang kemasan. Tingginya sama dengan tinggi badanku yang 167 cm.
Istriku membuka pintu dan menyambut aku dengan bangga. Dia yang menaruh pialaku itu di tempat yang terbaik di ruangan itu.
Aku langsung ngaceng lagi. Sepintas aku masih mencium aroma keringat
Pakde Darmo pada tubuh Indri istriku. Hasrat syahwatku bangkit. Kuseret
Indri ke ranjang pengantinku. Dengan bibir dan lidah aku melumat-lumat
tubuhnya. Aku berusaha menangkap sisa keringat dan sperma Pakde Darmo di
tubuh istriku.
Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah malam. Nita
istriku memeluk lenganku saking ketakutannya. Suara itu datang dari arah
dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan. Naluriku mengatakan ada
hal yang tak beres ada di dalam rumah ini. Aku bangun dan menyalakan
lampu. Istriku berusaha menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan
membuka pintu dan melangkah ke dapur.
Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat muncul sosok asing di bawah
jendela dapurku. Nampak di lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti
dia ini maling yang hendak mencuri di rumah kami. Sama-sama kaget dengan
gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah pendek menyambar pisau dapur
kami yang tidak jauh dari tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku.
Dengan rambut dan jambangnya yang nggak bercukur nampak begitu sangar.
Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean bolong-bolong dia
menyeringai mengancam aku dengan pisau dapur itu.
Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat
ulah maling ini langsung nyaliku putus. Dengan gemetar yang sangat aku
berlari kembali ke kamar tidurku dan menutup pintunya. Namun kalah cepat
dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan untuk mengunci sebaliknya
maling itu terus mendorong dengan kuatnya. Istriku histeris
berteriak-teriak ketakutan,
“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..”
Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami adalah rumah baru di
perumahan yang belum banyak penghuninya. Tetangga terdekat kami adalah
Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah kosong, yang belum berpenghuni,
dari rumah kami. Sementara di arah yang berbeda adalah bentangan kali
dan sawah yang luas berpetak-petak. Sejak pernikahan kami 2 tahun yang
lalu, inilah rumah kredit kami yang baru kami tinggali selama 2 bulan
ini.
Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan pasti dimenangkan oleh si
maling. Aku terdepak jatuh ke lantai dan maling itu dengan leluasa
memasuki kamar tidur kami. Dia mengacung-acungkan pisau dapur ke
isteriku agar tidak berteriak-teriak sambil mengancam hendak memotong
leherku. Istriku seketika ‘klakep’ sepi. Sambil menodongkan pisau ke
leherku dengan kasar aku diraihnya dengan menarik bajuku keluar dari
kamar. Matanya nampak menyapu ruangan keluarga dan menarikku mendekat ke
lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda berharga yang kami simpan.
Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-macam peralatan. Dengan setengah
membanting dia mendorong aku agar duduk di lantai. Dia me-lakban tangan
dan kakiku kemudian mulutku hingga aku benar-benar bungkem. Dalam
keadaan tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar tidurku. Istriku
kembali berteriak sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.
Maling ini sungguh berpengalaman dan berdarah dingin. Dia hanya bilang,
“Diam nyonya cantiikk.. Jangan membuat aku kalap lhoo..” kembali istriku
‘klakep’ dan sepi.
Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke kamar tidurku. Dia melihati
jendela, lemari, tempat tidur, rak kset dan pesawat radio di kamarku.
Dia sepertinya berpikir. Semuanya kusaksikan dalam kelumpuhan dan
kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki tanganku dan membungkam
rapat mulutku.
Tiba-tiba maling itu mendekati Nita istriku yang gemetar menggulung
tubuhnya di pojok ranjang karena shock dan histeris dengan peristiwa
yang sedang terjadi. Dengan lakbannya dia langsung bekap mulutnya dan
direbahkannya tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa hanya mampu
tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana sorot mata
ketakutan pada wajah Nita istriku itu.
Ternyata maling itu merentangkan tangan istriku dan mengikatnya terpisah
di kanan kiri kisi-kisi ranjang kayu kami. Demikian pula pada kakinya.
Dia rentangkan dan ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan akhirnya yang
terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Nita istriku
telentang dan terikat di ranjang pengantin kami.
Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir maling ini berbuat diluar
batas. Melihat sosoknya, nampak dia ini orang kasar. Tubuhnya nampak
tegar dengan otot-ototnya yang membayang dari T. Shirt dekilnya. Aku
taksir tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati matanya yang melotot
sambil menghardik, “Diam nyonya cantiikk..” saat melihat istriku yang
memang nampak sangat seksi dengan pakaian tidurnya yang serba mini
karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.
“Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan macam-macam”. Dia nyelonong
keluar menuju dapur. Dasar maling nggak bermodal. Dia ngancam pakai
pisauku, ngikat pakai lakbanku sekarang makan makananku.
Nampak istriku berontak melepaskan diri dengan sia-sia. Sesekali nampak
matanya cemas dan ketakutan memandang aku. Aku menggeleng-gelengkan
kepalaku dengan maksud melarangnya bergerak banyak. Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan membukai berbagai lemari dan
laci-laci di rumah. Dia nggak akan dapatkan apa-apa karena memang kami
nggak punya apa-apa. Aku bayangkan betapa wajahnya akan kecewa karena
kecele. Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.
Dengan menendang pintu dia kembali masuk kamar tidur kami. Membuka
lemari pakaian dan mengaduk-adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari
hingga lantai penuh berserakan. Dia buka kotak perhiasan istriku.
Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.
Karena tak mendapatkan apa yang dicari maling mengalihkan sasaran
kekecewaan. Dia pandangi istriku yang telentang dalam ikatan di ranjang.
Dia mendekat sambil menghardik,
“Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin dimana..?”
Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur istriku
kemudian menariknya dengan keras hingga robek dan putus
kancing-kancingnya. Dan yang kemudian nampak terpampang adalah bukit
kembar yang begitu indah. Payudara Nita yang sangat ranum dan padat yang
memang selalu tanpa BH setiap waktu tidur. Nampak sekali wajah maling
itu terkesima.
Kini aku benar-benar sangat takut. Segala kemungkinan bisa terjadi. Aku
saksikan adanya perubahan raut mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang
atau benda berharga dia jadi penasaran. Dia merasa berhak mendapat
pengganti yang setimpal. Maling itu lebih mendekat lagi ke Nita dan
dengan terus memandangi buah dadanya yang sangat sensual itu.
Pelan-pelan dia duduk di tepian ranjang.
“Dimana kamu simpan uangmu nyonya cantiikk..?” sambil tangan turun
menyentuh tubuh Nita yang sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan
tangannya terikat lakban itu. Dan tangan itu mulai mengelusi dekat
Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Nita demikian paniknya. Dia merem
memejamkan matanya sambil memperdengarkan suara dari hidungnya,
“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”. Istriku mengeluarkan air mata dan menangis,
menggeleng-geleng kepalanya sambil mengeluarkan dengus dari hidungnya.
Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di tempat. Air mata istriku
merangsang dia semakin brutal. Tangan-tangannya dengan tanpa ragu
mengelus-elus dan kemudian meremas-remas buah dada Nita serta bagian
tubuh sensitive lainnya. Hal ini benar-benar membuat darahku menggelegak
marah. Aku harus berbuat sesuatu yang bisa menghentikan semua ini
apapun risikonya. Yang kemudian bisa kulakukan adalah menggerakkan
kakiku yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian
ranjangku. Maling itu terkaget namun sama sekali tidak bergeming.
“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu
istrimu yang sedang menikmati pijitanku,” dia menghardik aku. Dan aku
memang langsung putus asa. Aku tak mungkin berbuat apa-apa lagi. Kini
hanya batinku yang meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu yang benar-benar mengerikan.
Maling itu menarik robek seluruh busana tidur istriku. Dia benar-benar
membuat Nita telanjang kecuali celana dalamnya. Lantas dia rebah
merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku nampak bak rusa rubuh dalam
terkaman serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik
untuk menikmati tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia tak mampu berpuat apa-apa
lagi. Dalam setengah telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya
Nita istriku ini. Dia tunjukkan betapa bagian-bagian tubuhnya
menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang
memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan lengan dan bahu
melahirkan lembah ketiak yang bisa menggoyahkan iman para lelaki.
Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah ungu
sebesar ujung jari kelingking sangat menantang. Perut dengan pinggulnya
yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Aku sendiri terheran
bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.
Dan kini maling brutal itu menenggelamkan mukanya ke dadanya. Dia
menciumi dan menyusu Payudaranya seperti bayi. Dia mengenyoti pentil
istriku yang nampaknya berusaha berontak dengan menggeliat-geliatkan
tubuhnya yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin beringas nafsu
nyolongnya kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi birahi.
Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya ke sekujur tubuh Nita. Dia
merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istriku yang sangat sensual
itu. Inilah pesta besarnya. Dia mungkin tak pernah membayangkan akan
mencicipi nikmat tidur dengan perempuan secantik Nita istriku ini.
Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya maling ini merangsek ke
tepian pinggul Nita dan kemudian naik ke perutnya. Dengan
berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati puser Nita
sambil tangannya gerayangan ke segala arah meremas dan nampak terkadang
sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat melemah. Yang terdengar hanyalah gumam
dengus mulut tersumpal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai
ungkapan penolakannya. Mungkin ketakutan serta kelelahannya membuat
stamina-nya ‘down’ dan lumpuh. Sementara sang maling terus melumati
perut dan menjilat-jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.
ebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini semakin meroket ke
puncak. Jelas akan memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia bangun
dari ranjang dan dengan cepat melepasi T. Shirt serta celana dekilnya.
Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima. Maling itu memiliki postur
tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh
lelaki. Dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman berkilat karena
keringatnya nampak dadanya, otot lengannya perutnya begitu kencang
seperti pelaku binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh
serasi banget.
Yang membuat aku terperangah adalah kemaluannya. Kontol maling itu
begitu mempesona. Muncul dari rimbun jembutnya kontol itu tegak ngaceng
dengan bonggol kepalanya yang juga berkilatan karena kerasnya tekanan
darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan panjangnya di atas
rata-rata kemaluan orang Asia dan nampak sangat serasi dalam warna
hitaman pada awalnya kemudian sedikit belang kecoklatan pada leher dan
ujungnya. Lubang kencingnya muncul dari belahan bonggol yang mekar
menantang.
Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari rambut dan jambang yang tak
bercukur serta pakaiannya yang dekil langsung musnah begitu lelaki
maling ini bertelanjang. Dia nampak sangat jantan macam jagoan.
Dalam ketakutan dan panik istriku Nita melihat saat maling itu bangun
dan dengan cepat melepasi pakaiannya. Begitu lelaki maling itu
benar-benar telanjang aku melihat perubahan pada wajah dan mata istriku.
Wajah dan pandangannya nampak terpana. Yang belumnya layu dan kuyu kini
beringas dengan mata yang membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang
semakin jadi atau karena adanya ‘surprise’ yang tampil dari sosok lelaki
telanjang yang kini ada bersamanya diranjangnya. Anehnya pandangannya
itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki
maling itu bergerak.
Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara pasti, menurut pendapatku
wajah macam itu adalah wajah yang diterpa hasrat birahi. Adakah birahi
Nita bangkit dan berhasrat pada lelaki maling yang dengan brutal telah
mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu. Ataukah
‘surprise’ yang disuguhkan lelaki itu telah membalik 180 derajat dari
takut, marah dan benci menjadi dorongan syahwat yang dahsyat yang
melanda seluruh sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki cemburu buta. Aku sering
mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Nita
yang terikat. Dia meraih kaki Nita yang terikat dan mulai dengan
menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari kaki istriku kemudian
mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Nita yang seakan disengat listrik ribuan watt.
Kaget meronta dan meregang-regang. Aku tidak pasti. Apakah itu gerak
kaki untuk berontak atau menahan kegelian syahwati. Sementara lelaki
maling itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapaknya.
Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk mengawali
lumatan dan jialatan selanjutnya menuju puncak nikmat syahwatnya.
Dengan caranya maling itu memang sengaja menjatuhkan martabatku sebagai suami Nita.
“Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku entot ya? Boleh.. Ha ha. Aku entot istrimu yaa..”
Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan ludah.
Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubariku. Aku
ingin tahu, macam apa wajah Nita saat kontol maling itu nanti menembusi
kemaluannya. Dan keinginan tahuku itu ternyata mulai merangsang syahwat
birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah lelaki
maling telanjang yang melata bak kadal komodo di atas tubuh pasrah
istriku yang jelita kontolku jadi menegang. Aku ngaceng.
Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke selangkangan istriku. Dia
menciumi dan menyedoti paha Nita serta meninggalkan merah cupang di
setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku berdegup kencang adalah
geliat-geliat tubuh istriku yang terikat serta desah dari mulutnya yang
terbungkam. Aku sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang
yang sedang disakiti dan dirampas kehormatannya. Istriku nampak begitu
hanyut menikmati ulah maling itu.
Aku memastikan bahwa Nita telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia
menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa pinggul
serta pantatnya. Nita dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan
kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir si maling
itu. Dalam pada itu aku berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat
berat menolak godaan syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara
pelan dan pasti kontolku sendiri semakin keras dan tegak menyaksikan
yang harus aku saksikan itu.
Dan klimaks dari pergulatan ‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki maling itu
menenggelamkan bibirnya ke bibir vagina Nita. Dia menyedot dan
mengenyoti itil istriku dan meneruakkan lidahnya menembusi gerbang
kemaluannya. Tak terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Nita menjerit dalam
gumam desahnya. Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak
hendak meraih orgasmenya. Bukan main. Biasanya sangat sulit bagi Nita
menemukan orgasme. Kali ini belum juga maling itu melakukan penetrasi
dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat ituu..
Benar.. Nita meraih orgasmenya.. Nittaa..
Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap diangkatnya hingga beberapa
saat sambil terkejat-kejat. Nampak walaupun tangannya terikat
jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya
yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya.
Itulah yang bisa ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya
masih terikat ke ranjang.
Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Nita kelelahan dia naik menindih
tubuh istriku dan menuntun kontolnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali
dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan gede dan
panjangnya itu tembus dan amblas ditelan memek istriku.
Maling itu langsung mengayun-ayunkan kontolnya ke lubang nikmat yang
sepertinya disemangati oleh istriku dengan menggoyang dan
mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kontol itu bisa menyentuhi
gerbang rahimnya.
Aku sendiri demikian terbakar birahi menyaksikan peristiwa itu.
Khususnya bagaimana wajah istriku dengan rambutnya yang berkeringat
mawut jatugh ke dahi dan alisnya. Kontolku sangat tertahan oleh celana
sempitku. Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk melepaskan dorongan
syahwatku.
Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan bahwa maling
itu sedang dirambati nikmat birahinya. Kontolnya yang semakin tegar kaku
nampak licin berkilat karena cairan birahi yang melumurinya nampak
seperti piston diesel keluar masuk menembusi memek istriku. Aku
bayangkan betapa nikmat melanda istriku. Dengan kondisinya yang tetap
terikat di ranjang, pantatnya nampak naik turun atau mengegos menimpali
pompan kontol lelaki maling itu.
Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi rongga kemaluan istriku.
Dan nampaknya istrikupun akan mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme
beruntun. Bukan main. Selama menikah aku bisa hitung berapa kali dia
berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama maling ini tidak
sampai 1 jam dia hendak menjemput orgasmenya yang ke dua.
Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu
mendekatkan wajahnya ke wajah Nita dan tangannya meraih kemudian melepas
lakban di mulut istriku. Namun dia tak memberinya kesempatan untuk
teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut istriku. Aku saksikan mereka
saling berpagut. Dan itu bukan pagutan paksa. Istriku nampak menimpali
lumatan bibir maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan
ahh.. ahh.. aahh..
Maling itu melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar
pisau dapur yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali
sabetan kedua ikatan tangan Nita terbebas. Dan pisau itu langsung
dilemparkannya ke lantai. Tangan maling itu cepat memeluki tubuh istriku
serta bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas
tangan istriku langsung memeluki tubuh lelaki maling ini. Kini aku
menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama
Nita istriku langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya. Hingga…
“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr.. Hhoohh.. Ampun enaknyaa..”
Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan namun jelas, dia kembali
meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan
gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung maling itu dan
menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri
punggungnya merembes kemerahan. Punggung maling itu sempat terluka dan
berdarah.
Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya
lelaki maling itu bangkit dan menarik kontolnya dari kemaluan istriku.
Aku langsung menyaksikan spermanya yang kental melimpah tumpah dan
meleleh dari lubang vagina Nita. Sesaat mata maling itu melihati tubuh
istriku yang nampak lunglai. Dia lantas bergerak efektif.
Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T. Shirt-nya. Dia
mencopot selembar sarung bantal. Dia mengeluarkan dari kantongnya HP-ku
dan HP istriku, jam tangan, perhiasan dan segepok uang simpananku,
mungkin hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia masukkan hasil curiannya
ke sarung bantal itu. Tak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia
langsung keluar dan kabur meninggalkan aku yang masih terikat tak
berdaya di lantai dan Nita yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia
telah mencuri barang-barangku dan menikmati tubuh dan kemaluan istriku.
Nita nampak bengong sambil melihati aku,
“Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak
menyakiti Mas..” Nita sudah siap dengan alibinya. Aku hanya diam. Nikmat
seksual memang bisa mengubah banyak hal.
Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga mempunyai 2 anak aib itu tak
pernah diketahui orang. Kami sepakat menyimpannya dalam-dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong. Aku memakluminya. Setidaknya memang
postur tubuhku serta kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik
lelaki maling itu.
Tags: Agen Domino - Cerita Dewasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar